Jejak Tak Terakui Joe Montemurro Menuju Kesuksesan
Ground Pembelajaran Tak Terduga
Ketika nama Joe Montemurro disebut, sebagian besar orang akan langsung mengingat kesuksesannya bersama tim-tim besar seperti Arsenal Women, Juventus Women, dan Olympique Lyonnais. Namun, tak banyak yang mengetahui bahwa salah satu fase paling menentukan dalam perjalanan kepelatihannya justru terjadi di tempat yang tak biasa—Papua Nugini.
Pada tahun 2013, Montemurro menerima tawaran untuk menangani FC Port Moresby, klub yang saat itu baru berdiri dan berlaga di Liga Nasional Papua Nugini. Dengan fasilitas yang jauh dari kata ideal dan sumber daya yang terbatas, Montemurro dituntut untuk mencari solusi cepat dan efisien. Di tengah segala keterbatasan tersebut, ia berhasil membawa timnya finis di posisi ketiga dan menembus babak playoff. Meski gagal meraih gelar, pencapaian ini menandai tonggak penting dalam karier awalnya sebagai pelatih kepala.
Pengalaman ini memberikan pelajaran langsung mengenai realita sepak bola di luar sistem profesional yang mapan. Ia tidak hanya melatih taktik dan strategi, tetapi juga membentuk karakter tim, meningkatkan kepercayaan diri para pemain amatir, dan menyusun program latihan tanpa dukungan teknologi modern.
Merangkul Keragaman dan Ketidakpastian
Papua Nugini merupakan negara yang sangat beragam secara budaya dan sosial. Dalam lingkungan yang seperti itu, Montemurro dipaksa untuk memahami pola komunikasi dan perilaku yang berbeda-beda. Keberhasilannya dalam menyatukan kelompok pemain dari berbagai latar belakang membuktikan bahwa dirinya bukan hanya pelatih taktik, tetapi juga seorang manajer manusia yang cakap.
Kondisi infrastruktur yang jauh tertinggal dari standar Eropa menuntutnya untuk berpikir praktis dan fleksibel. Ia mengandalkan pendekatan sederhana namun efektif, seperti memperbanyak latihan di ruang terbuka, menggunakan alat bantu seadanya, dan mengutamakan komunikasi langsung. Semua ini membentuk pola pikirnya untuk selalu menyesuaikan diri dengan kondisi tim, bukan memaksakan sistem tertentu.
Saat memimpin pemusatan latihan Matildas menjelang pertandingan persahabatan melawan Slovenia dan Panama, pendekatan ini kembali terlihat. Ia memadukan pemain senior dengan sejumlah debutan, mengedepankan kerja tim, semangat, dan pengambilan keputusan cepat. Strategi ini merupakan cerminan dari fleksibilitas yang dulu ia kembangkan di Papua Nugini.
Montemurro: Pelajaran yang Dipetik dan Diterapkan
Setelah petualangannya di Port Moresby, Montemurro kembali ke Australia dan meniti karier dari bawah. Ia menangani tim-tim muda, kemudian Melbourne Victory, dan akhirnya Melbourne City. Perjalanan ini mematangkannya sebelum akhirnya mencetak sejarah di Eropa dengan membawa Arsenal Women meraih gelar domestik dan tampil impresif di Liga Champions.
Namun, dasar dari semua keberhasilannya tetap berasal dari filosofi yang ia bentuk saat berada di lingkungan yang serba terbatas. Ia percaya bahwa pelatih harus mampu berpikir adaptif, mengembangkan pemain secara individu, dan tidak hanya mengandalkan nama besar atau fasilitas mewah. Montemurro pun terus menanamkan nilai-nilai tersebut di setiap tim yang ia tangani.
Kini, pendekatan ini mulai diterapkan di Matildas. Montemurro terlihat lebih fokus membentuk budaya tim yang kuat dan gaya permainan yang berbasis penguasaan bola. Ia juga membangun komunikasi terbuka dengan pemain, serta berusaha mengembangkan talenta muda yang mungkin selama ini terpinggirkan.
Masa Depan untuk Montemurro dan Matildas
Joe Montemurro resmi diumumkan sebagai pelatih kepala tim nasional wanita Australia pada bulan Juni 2025. Ia menandatangani kontrak jangka panjang hingga 2028, mencakup kampanye di Piala Asia 2026, Piala Dunia 2027, dan Olimpiade 2028. Penunjukannya disambut positif oleh para pengamat karena reputasinya sebagai pelatih progresif yang mampu mengembangkan proyek jangka panjang.
Pertandingan debutnya melawan Slovenia menjadi awal dari era baru bagi Matildas. Ia telah memanggil 33 pemain, termasuk sejumlah pemain muda dan wajah baru. Susunan skuat tersebut menunjukkan visinya untuk membangun generasi berikutnya, sembari tetap menjaga kerangka inti tim yang sudah ada.
Penambahan Emily Husband sebagai asisten pelatih semakin memperkuat staf teknis Matildas. Kehadiran Husband, yang juga pernah bekerja dengan Montemurro sebelumnya, memberikan kontinuitas dalam filosofi pelatihan dan memperkuat kerja sama antarpelatih.
Di balik segala strategi dan rencana taktis yang disusun, masa lalu Montemurro di Papua Nugini tetap menjadi pondasi utama. Di sana ia belajar menjadi pelatih yang berpikir kritis, cepat beradaptasi, dan tak takut mengambil risiko. Bekal tersebut kini ia bawa untuk membawa Matildas ke level berikutnya dalam sepak bola wanita dunia.
Leave a Reply